Minggu, 14 Januari 2018

Benarkah Jama'ah Muslimin (Hizbullah) Buatan Wali Al-Fattah ?


Oleh: Agus Zainal Asikin

Bismillahirrohmanirrohim

Tulisan ini untuk menjawab seputar tuduhan fitnah kepada Wali Al-Fattah (allahuyarham) dan Jama'ah Muslimin (Hizbullah), Banyak sekali kaum Muslimin yang menuduh dan menganggap kalau Jama’ah Muslimin (Hizbullah) itu buatan Wali Al Fattah, Bahkan ada yang menuduh kalau Jama’ah Muslimin (Hizbullah) itu didirikan atas perintah Presiden Sukarno untuk menyaingi Negara Islam Indonesia (NII) yang diproklamasikan oleh Sekar Marijan Kartosuwiryo pada tahun 1949 M setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 M silam.Bahkan dikemudian hari oleh Ormas Khilafatul Muslimin & Salafy Wahaby Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dianggap menyelisihi  Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mana Salafy Wahaby   menganggap Presiden adalah  Ulil Amri bagi kaum muslimin yang harus dithaati, Apakah kaum muslimin itu hanya sebatas Indonesia ? padahal kepemimpinan muslimin itu sifatnya Universal.

Lalu dikemudian hari oleh Ormas Khilafatul Muslimin yang berdiri tahun 1997, Jama'ah Muslimin (Hizbullah) dinganggap menyelisihi Negara Islam Indonesia (NII) yang mana menurut Ormas Khilafatul Muslimin bahwa NII adalah wadah bersatu nya ummat Islam yang harus diperjuangkan tetapi kenapa ketua Ormas Khilafatul Muslimin mantan Eks NII kharaj dan bughot dari NII jika NII dianggap benar ?

Jama’ah Muslimin  (Al-Jama’ah) adalah wadah himpunan bagi Muslimin untuk bermasyarakat wahyu atau masyarakat Islam yang praktek pelaksanaannya sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam dan dilanjutkan oleh para shahabatnya Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin yaitu “Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah” (Khilafah Yang Mengikuti Jejak Kenabian), adapun Jama’ah Muslimin (Al-Jama’ah) adalah nama yang syar’i berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, nama yang disyari’atkan bukan nama hasil karangan rekayasa logika manusia (Wali Al Fattah) melainkan suatu perintah dari Allah Rasul-Nya sebagaimana yang termaktub dalam QS-Ali Imran ayat 103  dan Hadits dari Khudzaifah bin Yaman “talzamu jama’atal muslimina wa imaamahum” (HR Bukhari Muslim) ini Fitrah dan Sunnah.

Benarkah mengamalkan syari’at Islam (Al-Jama’ah) itu atas perintah presiden Sukarno bukan  perintah Allah dan Rasul-Nya ? Benarkah mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya yaitu ber-Jama’ah-ber-Imaamah itu dianggap menyelisihi  Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Islam Indonesia (NII) sebagaimana yang dituduhkan Salafy Wahaby   Dan Ormas Khilafatul Muslimin ? Benarkah syari’at Islam (Al-Jama’ah) itu buatan rekayasa Wali Al Fattah bukan syari’at yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya  ? Benarkah perintah sholat,shaum,zakat dan haji itu buatan rekayasa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bukan perintah yang datangnya dari Allah ? Wali Al fattah mengamalkan apa yang sudah diamalkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam dan para shahabat nya bukan membuat perkara baru dalam agama (bid’ah).

Sebagaimana uraian diatas bahwa “TIDAK benar” jika (Al-Jama’ah) Jama’ah Muslimin (Hizbullah) itu diwujudkan/di-iltizami kembali atas perintah Presiden Sukarno untuk menyaingi SM Kartosuwiryo yang selalu dituduhkan kepada Wali Al Fattah sebagai Imaam ay Khalifah pertama Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Dan “TIDAK benar”  jika Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dianggap menyelisihi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dituduhkan kaum Salafy Wahaby dan tidak benar jika Jama'ah Muslimin (Hizbullah) menyelisihi Negara Islam Indonesia (NII) sebagai mana yang dituduhkan Oleh Ormas Khilafatul Muslimin yang telah menyalahkan syari’at Al-Jama’ah Al-Imaamah yang  sudah diamalkan oleh Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dan membenarkan bahwa pemerintahan Demokrasi  itu adalah Ulil Amri bagi orang-orang yang beriman menurut Salafy,Di jelaskan didalam Al-Qur’an QS An-Nisa ayat 59 bahwa yang dimaksud Ulil Amri Minkum adalah Ulil Amri bagi orang-orang yang beriman saja, sementara pemerintahan Demokrasi bercampur baur antara Muslimin dan Musrykin, Apakah mungkin seruan Allah pada QS An-Nisa 59 ini sifatnya umum ?

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (النساء:59)

 “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kamu, maka jika kamu ber selisih pendapat tentang sesuatu maka kembali kanlah kepada Allah dan Rasul jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Yang demikian itu adalah yang lebih baik dan sebaik baiknya penyelesaian.” (QS.An-Nisa:59)

Begitu indah Allah menyeru hamba-hamba-Nya dengan seruan “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kamu” Apakah ada Allah menyeru “Hai sekalian manusia ta’atlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri diantara kamu” tidak ada bukan ? karena seruan Allah itu sifatnya bukan umum melainkan dikhususkan kepada orang-orang yang beriman saja, sementara pemerintahan Demokrasi dengan banyak lahirnya partai baru baik yang berlebel  Islam maupun bukan justru menambah perpecahan antar umat Islam karena jelas seruan partai adalah seruan Jahiliyyah seruan duat ala abwabi jahannam.

Seruan  Al-Jama’ah datangnya dari  Allah dan Rasul-Nya  AD/ART nya Al-Qur’an As-Sunnah tujuannya adalah Ibadah dan magfiroh ampunan  Allah, sementara seruan Partai/Jahiliyyah datangnya dari logika sumbernya dari otak yang relatif dan rapuh yang sewaktu-waktu dapat berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi (sikon)  AD/ART nya partai adalah logika dan suara terbanyak adapun tujuannya merekrut massa sebanyak-banyaknya dan tujuan utamanya adalah meraih kekuasaan dan bagaimana mempertahankan kekuasaan, Lalu apakah anda masih menganggap pemerintahan Demokrasi itu sebagai Ulil Amri Minkum ?

Kaum Salafy Wahaby  menganggap bahwa pemerintahan Demokrasi   adalah Jama’ah Muslimin dan Presidennya adalah Imaamnya  dengan mengutip Hadits dari Khudzaifah bin Yaman untuk membenarkan pendapatnya.

Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .

 “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya:

 “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan?

Rasulullah menjawab: “Benar!”

Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan?

Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).”
Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?”

 Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.”

Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?”

Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.”

Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.”

Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.”
Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?”

Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !”
Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?”

Rasulullah bersabda:  “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.”
(HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Jelas pemerintahan Demokrasi bukan ajaran dari Islam dan tidak sesuai dengan Sunnah namun  justru banyak sekali kaum muslimin yang membenarkan dan mendukungnya dan inilah yang disebut oleh Rasulullah sebagai  “Duat Ala Abwabi Jahannam” seruan yang mengajak kepintu-pintu Jahannam walau secara nyata para penyeru ini menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits juga untuk membenarkan pemerintahan Demokrasi, Jika benar pemerintahan Demokrasi adalah Jama’ah Muslimin dan Presidennya adalah Imaamnya, betapa banyaknya Jama’ah Muslimin dan Imaamnya diseluruh dunia,padahal dalam satu masa/zaman kepemimpinan muslimin bagi umat Islam hanya satu, Jama’ah Muslimin nya satu dan Imaam ay Khalifahnya juga harus satu,lalu bagaimana dengan kepemimpinan ala Demokrasi ?

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi   Wasallam bersabda:

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا {مسلم}
"Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).” (HR. Muslim).

Sebagaimana Hadits diatas sudah jelas bahwa dalam satu masa tidak dibenarkan kepemimpinan muslimin dipimpin oleh dua orang Imaam/Khalifah sebagaimana yang pernah terjadi dimasa shahabat Rasulullah padahal yang mana sudah ada keImaamahan atau ke khalifahan  Imaam Ali bin Abi Tholib tetapi  Mu’awiyah bin Abu Sufyan tetap mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah dengan alasan Imaam Ali bin Abi  Tholib tidak dapat menghukum pembunuh Utsman bin Affan yang masih kerabat Mu’awiyah bin Abu Sufyan sehingga terjadilah perang shiffin diantara kedua shahabat Rasulullah tersebut yang banyak menewaskan kaum muslimin sehingga para ahli sejarah Islam menyebutnya dengan “Masa Kelam Umat Islam”

Adapun Masa Khilafah ‘Ala Mihajin Nubuwwah ini berlangsung selama kurang lebih 30 tahun mulai dari Abu bakar Asshidiq,Umar bin Khattab,Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam:

الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ {رواه ابو داود والترمذي}
“Masa pada ummatku itu tiga puluh tahun kemudian setelah itu masa kerajaan” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).

Setelah masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwah ini berakhir muncullah masa Mulkan,Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh para raja. Sebagai raja pertama adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan (w. 60 H). Dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad, Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah berkata kepada Abdurrahman bin Abi Bakrah:

اَتَـقـُوْلُ اْلمُلـْكُ؟ فَقَدْ رَضِيـْنـَا بِاْلمـُلـْكِ.
“Apakah kamu berkata kami raja? Sungguh kami ridha dengan kerajaan”.

Masa Mulkan (kerajaan) ini terdiri dari dua periode yaitu Mulkan Adlan (kerajaan yang mengigit) dan Mulkan Jabariyah (kerajaan yang menyombong). Para ahli sejarah mencatat bahwa masa mulkan ini berakhir dengan diruntuhkannya Dinasti Utsmaniyah di Turki oleh Mustafa Kamal Pasya pada tahun 1342 H / 1924 M.

Setelah masa Mulkan ini berakhir secara otomatis sentral kepemimpinan muslimin yang berbentuk kerajaan berakhir, dan muncullah Negara-Negara Demokrasi yang lahir dari barat, dari luar Islam yang kemudian diadopsi oleh umat Islam yang dibenarkan oleh umat Islam dengan menarik-narik dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga Rasulullah menyebutnya “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.”

Jika menurut Salafy Wahaby dan Ormas Khilafatul Muslimin atau sebagian muslimin bahwa pemerintahan Demokrasi itu adalah kepemimpinan muslimin atau (Al-Jama’ah) Jama’ah Muslimin dan Presiden adalah Imaamnya, lalu Presiden manakah yang lebih dulu dipilih ? dan Presiden manakah yang harus dipenggal lehernya ? karena hal ini pernah terjadi dimasa shahabat Ali bin Abi Tholib, Jelas sekali pemerintahan Demokrasi itu tidak sesuai dengan Sunnah karena Presiden dipilih berdasarkan  voting dibilik-bilik suara dengan melakukan pencoblosan adapun masa jabatannya lima tahun, Sementara kepemimpinan muslimin yang berdasarkan syari’at Islam diangkat berdasarkan syari’at bai’atul Imaamah/Imaaroh dengan pelaksanaan Musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi adapun masa jabatan Imaam/Khalifah seumur hidup.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ مَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
 “Sesungguhnya akan ada sesudahku beberapa pemimpin, barangsiapa yang membenarkan kedus taan mereka dan membantu kedzalimannya maka aku bukan dari golongannya dan dia tidak akan melewati telaga (kelak di akhirat). Dan barang siapa yang tidak membenarkan kedustaan mereka serta tidak menolong kedzalimannya maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya dan dia akan melewati telaga (di akhirat).” (HR.An-Nasai dari Ka’ab bin Hujrah, Sunan An-Nasai dalam Bab Dzikrul Wa’ied liman a’ana amiron ‘aladz dzulmi: VII/160)

Demikianlah uraian singkat bahwa tidak benar Wali Al fattah membuat atau mendirikan Syari’at (Al-Jama’ah) Jama’ah Muslimin (Hizbullah) sebagaimana yang selalu dituduhkan kepada Wali Al Fattah beliau mengamalkan apa yang sudah diamalkan oleh Rasulullah dan shahabatnya, kemudian Jama’ah Muslimin dan Imaamnya yang berwujud Mulkan Jabariyah  sentral kepemimpinan muslimin sirna hilang setelah berakhirnya Khilafah atau Mulkan Turky Ustmaniyah pada tahun 1924 M silam.

--Wallahu A’lam  Bisshowwab--