Jumat, 27 November 2015

Siapakah Dalang Dibalik Islamic State Of Iraq & Syam (ISIS) ?


By: Agus Zainal Asikin


Ummat Islam Indonesia khususnya begitu antusias pro aktif mendukung terhadap gerakan separatis ISIS,mereka tidak tau siapa sebenarnya dalang dibalik ISIS, mereka hanya tau jika ISIS itu Khilafah dan berjuang berjihad untuk menegakkan syari'at Islam namun mereka ini para pendukung ISIS tidak tau siapa aktor sebenarnya dibalik ISIS, para pendukung/penonton itu tidak tau siapa dalang aktor utamanya,para penonton hanya tau jika ISIS itu Khilafah Islamiyah.

Adapun aktor dalang utama dibalik separatis ISIS adalah Amerika, Inggris dan Zionis Israel itulah Negara Adi Daya paman syam yang menciptakan ISIS termasuk yang menciptakan Syi'ah yang menggunakan lebel Islam, begitu juga dengan ISIS yang menggunakan lebel Khilafah, pernyataan ini disampaikan langsung oleh Hillari Chlinton, Jika ISIS itu Khilafah kenapa ISIS tidak menyerang Israel untuk membebaskan Masjid Al-Aqsho ? Kenapa ISIS malah sibuk berperang membunuh bukan saja non Muslim tapi kaum Muslimin yang berbeda Mahdzab dan yang tidak mau berbae'at kepada Abu Bakar AlBagdady ? Jika ISIS itu Khilafah dimana ruhama bainahumnya antar Muslimin ? Lalu dimanakah rahmatan lil alaminnya jika menebar teror ?

Ya,ISIS sengaja diciptakan oleh Amerika dalam rangka mengadu domba antar ummat Islam,karena saat ini ummat Islam sedang gandrung²nya tentang  penegakkan Khilafah, lalu siapakah yang jadi korban hasil konsfirasi salibis ? Yang jadi korban adalah ummat Islam ? Lalu siapakah yang bertepuk tangan ? Yang bertepuk tangan Amerika,Inggris dan Israel ? Lalu siapakah yang bodoh ? Yang bodoh adalah ummat Islam yang  pro dan bangga terhadap ciptaan Taghut Amerika dan sekutunya yaitu Syi'ah dan ISIS.

Namun bagi para penonton/pendukung ISIS mereka  begitu antusias dan bangga ketika terjadi suatu kejadian  yang besar,seperti kejadian diParis  mereka tanpa rasa malu kepada Allah berteriak Allahu Akbar !!! Astagfirullahhal'adzim padahal Islam itu rahmatan lil alamin,hadirnya Islam yang dibawa oleh Rasulullah bukan dengan jalan kekerasan  melainkan dengan kasih sayang kecuali Islam diperangi baru melakukan perlawanan.

Kamis, 26 November 2015

Siapakah Sebenarnya Yang Taghut ?



By: Agus Zainal Asikin


Al-Jama'ah atau Jama'atul Muslimin (Hizbullah) adalah syari'at Islam nama yang syar'i sesuai Al-Qur'an & As-Sunnah pelaksanaan prakteknya telah dicontohkan oleh Rasulullah dan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin melalui system "Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah" adapun masa Khilafah ini berlangsung selama 30 tahun setelah masa Khilafah ini berakhir maka masa Khilafah ini berganti dengan masa Mulkan Adhon dan Mulkan Jabariyyah,setelah masa Mulkan ini berakhir maka hilang sudah kepemimpinan Muslimin dalam Jama'ah Muslimin wa Imaamahum atau yang sering disebut Khilafah Turky Ustmaniyah yang berbentuk Mulkan/Kerajaan.

Sebelum Al-Jama'ah atau Jama'ah Muslimin atau Hizbullah diwujudkan kembali pada tahun 1953,sejumlah tokoh agama Islam pada masa kemerdekaan diantaranya Wali Al Fatah yang tergabung dalam partai Masyumi berupaya menegakkan syari'at Islam diNKRI melalui jalur parlementer namun upaya tersebut gagal sehingga Wali Al Fatah keluar dari partai Masyumi hingga kemudian akhirnya partai Masyumi dibubarkan oleh Presiden Sukarno yang sekuler.

Timbul pertanyaan pada diri Wali Al Fatah bagaimana syari'at Islam dapat ditegakkan kalau ummat Islam sulit bersatu, lalu bagaimana caranya untuk menghimpun ummat Islam, hingga kemudian hari akhirnya Wali Al Fatah mendapat hadiah buku kelengkapan tarekh bagaimana Rasulullah menghimpun ummatnya yaitu dengan sunnah Jama'ah, Imaamah.

Setelah Al-Jama'ah atau Jama'ah Muslimin atau Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah diwujudkan kembali pada tahun 1953 dan Wali Al Fatah sebagai Imaam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) pertama, timbul persoalan baru pada diri Wali Al Fatah yang mana sebelumnya Wali Al Fatah pernah bekerja sebagai biro politik didepartemen akhirnya dikemudian hari oleh para ‪‎begundal‬ khawarij baik NII maupun Ormas Khilafatul Muslimin dsb Wali Al Fatah difitnah dianggap sebagai antek taghut,jongos taghut, Murji'ah dsb Inna Lillahi Wa Inna ilaihi Roji'un.

Padahal Amirul Mu'minin Umar Bin Khattab sebelum masuk Islam adalah mantan preman,perampok, pembuat maksiat, pembunuh bahkan beliau hendak membunuh Rasulullah namun karena hidayah dan kasih sayang Allah beliau akhirnya masuk Islam, Apakah batal keIslaman Umar Bin Khattab lantaran mantan bandit dsb ? Apakah batal keIslaman Wali Al Fatah lantaran pernah Maesah dipemerintahan ? Allah maha mengampun atas kesalahan hamba²nya yang telah lalu, lalu apakah tidak ada ma'af dan ampunan dari Allah atas kesalahan seorang hamba Wali Al Fatah ?

Al-Jama'ah adalah syari'at Islam sesuai tuntunan Allah & Rasul-Nya,menetapinya men-iltizaminya suatu kewajiban bagi Muslimin yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, bagaimana mungkin ber-iltizam didalam syari'at dianggap sebagai ‪taghut‬ ? Lalu siapakah sebenarnya yang taghut itu ? Jelas yang dimaksud dengan taghut adalah yang menyelisihi syari'at !

Itulah bukti Al Wala dan Al Bara Wali Al Fatah yang mengingkari taghut Demokrasi dengan kembali kepada seruan Allah dan Rasul-Nya yaitu dengan menetapi Al-Jama'ah atau Jama'ah Muslimin yang disyari'atkan sebagaimana QS Ali Imaran 103 dan Hadits dari Hudzaifah bin Yaman "talzamu jama'atal muslimina wa imaamahum"

Hingga akhirnya para taghut yang menyelisihi syari'at ini mempelajari Dalil-dalil Jama'ah, Imaamah & Bai'at dari Jama'ah Muslimin (Hizbullah) yang kemudian membenarkannya namun para taghut ini mengingkarinya dengan mendirikan Jama'ah-Jama'ah Plagiat bin Andad dengan nama syubhat yang berbeda yang sekilas mirip dengan syari'at.

Akhirnya para taghut penyelisihi syari'at inipun mengklaim bahwa merekalah Al-Jama'ah atau Khilafah yang Haq, padahal merekalah talbishul haqqa bil bathil namun para taghut penyelisihi syari'at ini tidak sadar dan tidak mau menyadari atas kekeliruannya, mereka merasa diatas Manhaj yang benar walau sebenarnya diatas Manhaj yang keliru, Mudah-mudahan para begundal taghut penyelishi syari'at ini sadar dan kembali kepada fitrahnya selaku Muslimin.

Wallahu a'lam

Senin, 23 November 2015

DR.Wali Al-Fatah Bukan Antek Thogut



Oleh: Ayi Hidayat Baharuddin
Dipublikasikan Oleh: Agus Zainal Asikin

Artikel ini dibuat adalah sebagai bantahan atas tuduhan terhadap Dr. Wali Al Fatah yang sering dituduh sebagai antek thogut. Jelas orang yang melontarkan tuduhan tersebut tidak memahami perjalanan sejarah berdirinya Negara Indonesia dengan benar, sehingga begitu mudahnya melontarkan tuduhan antek thogut tersebut.

Bentuk pemerintahan NKRI itu sudah beberapa kali mengalami perubahan, tidak langsung jadi seperti sekarang ini. Pada saat Dr. Wali Al Fatah menjabat sebagai Kepala Biro Politik yang berada di bawah Departemen Dalam Negeri, negara Indonesia baru berdiri, sehingga situasi dan kondisi politik negara Indonesia masih belum stabil, berbeda dengan situasi dan kondisi politik di era orde baru apalagi dengan situasi dan kondisi politik di era reformasi sekarang ini.

Dr. Wali Al Fatah menjadi Kepala Biro Poltik itu adalah sesuai dengan disiplin ilmu yang beliau kuasai, yaitu ilmu politik. Kedudukan itu beliau dapatkan adalah karena beliau itu merupakan kader Masyumi yang menjadi partai yang paling gigih dalam memperjuangkan agar Islam menjadi dasar negara Indonesia, selama berlangsungnya sidang Badan Konstituante, Majelis Konstitusi di era orde lama.

Sidang tersebut berjalan sangat alot dan lama, namun pihak non muslimin yang menentang upaya Masyumi tersebut sudah tidak punya hujah yang kuat. Akan tetapi Persiden Sukarno yang nasionalis tidak menghendaki Islam menjadi dasar negara sehingga akhirnya beliau mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan dekrit Persiden 5 Juli 1959, yang menyatakan negara kembali kepada UUD 45 dan Badan Konstituantepun dibubarkan melalui dekrit tersebut.

Tidak hanya itu, satu tahun setelah itu Partai Masyumipun dibubarkan dengan tuduhan tokoh-tokohnya terlibat dalam pemberontakan PRRI Semesta. Oleh karena itu, tidaklah benar tuduhan bahwa Dr. Wali Al Fatah itu adalah antek thogut. Sebab partai Masyumi yang menjadi wadah perjuangan politik Dr. Wali Al fatah itu justeru telah berjuang dengan gigih untuk menegakan Islam melalui jalur politik atau melalui parlemen, yang dengan sebab itu mereka telah dibubarkan oleh Pemerintahan Sukarno.

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.

Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Melalui Badan Koordinasi Amal Muslimin (BKAM) para pemimpin Islam tidak menyerah begitu saja, pada sidangnya tanggal 7 Mei 1967 dibentuklah panitia 7 (tujuh) yang diketuai oleh tokoh Muhammadiyah yaitu H. Faqih Usman, setelah melalui beberapa kali pertemuan dan perjuangan yang berat, akhirnya pemerintah memberikan izin untuk mendirikan sebuah parpol baru, yaitu Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia), untuk menampung aspirasi umat Islam, khususnya bekas konstituen Masyumi, dengan syarat mantan-mantan pemimpin Masyumi tidak boleh menduduki jabatan yang penting dalam tubuh partai Parmusi.Parmusi disahkan berdirinya melalui Keputusan Presiden No. 70 tanggal 20 Februari 1968, kemudian diangkatlah sebagai Ketua Umum Djarnawi Hadikusumo dan Sekretaris Umum Drs.Lukman Harun, yang keduanya adalah aktivis Muhammadiyah.

Organisasi Pendiri

Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI (Madjlisul Islamil A'laa Indonesia) karena Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada pada zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia (PII). Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat untuk mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh maupun tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera (Pusat Tenaga Rakyat), akhirnya Jepang mendirikan Masyumi.

Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diizinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.[1] Setelah menjadi partai, Masyumi mendirikan surat kabar harian Abadi pada tahun 1947.

Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie, terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi pada saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari. Nahdlatul Ulama kemudian ke luar dari Masyumi melalui surat keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan agama saja.

Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang-surut secara politis dan sempat merenggang pada Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun 1960.

Pemilu 1955

Hasil penghitungan suara pada Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu.[2] Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI dan di Jawa Timur setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.

Berikut Hasil Pemilu 1955:
Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%)
Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)
Melalui Pemilu 1955 ini Masyumi mendapatkan 57 kursi di Parlemen.

Tokoh

Di antara tokoh-tokoh Masyumi yang dikenal adalah:

Hasyim Asy'arie,Wahid Hasjim, putra KH Hasyim Asy'arie.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), wakil Masyumi dalam Konstituante Muhammad Natsir, Menteri Penerangan dalam beberapa kabinet pada masa revolusi, Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan Mosi Integral Natsir yang mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia Syafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran dalam beberapa kabinet pada masa revolusi, Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Gubernur Bank Indonesia Pertama, terkenal dengan kebijakan Gunting Sjafrudin Mr. Mohammad Roem, Diplomat ulung yang dikenal lewat inisiatifnya dalam perundingan yang kemudian dikenal sebagai Perundingan Roem - Royen,
Muhammad Isa Anshari, Ketua Partai Masyumi di Parlemen yang dikenal lantang dan tegas dalam memegang teguh prinsip perjuangan, termasuk saat polemik tentang dasar negara berlangsung di Majelis Konstituante sebelum akhirnya dibubarkan dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Kasman Singodimedjo, Daidan PETA daerah Jakarta, yang menjamin keamanan untuk diselenggarakannya Proklamasi Kemerdekaan NKRI dan Rapat Umum IKADA.

Dr. Anwar Harjono, merupakan juru bicara terakhir Partai Masyumi yang dibekukan oleh Pemerintah Orde Lama, sehingga lahirlah Keluarga Besar Bulan Bintang dan pada masa Orde Baru mendirikan Organisasi Dakwah, yakni Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang pada masa Reformasi menjadi inspirator bagi lahirnya kekuatan politik baru penerus perjuangan Masyumi, yakni Partai Bulan Bintang (PBB).

Partai Penerus

Partai Amanat Nasional
Partai Bulan Bintang
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Majelis_Syuro_Muslimin_Indonesia